(Ringkasan bab 22,
terapi oleh John Brickel & robert Wubbolding, dalam Stephen Palmer (Ed),
2010)
A. PENGANTAR
Konseling realitas
merupakan model konseling yang termasuk kelompok konseling cognitive-behavioral
(perilaku-kognitif). Fokus terapi konseling realitas adalah problema kehidupan
yang dirasakan oleh klien saat ini, dan dilaksanakan melalui interaksi aktif antara
konselor dan klien. Dalam hal ini konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
klien memberi jawaban sebagai respons terhadap pertanyaan konselor. Berkenaan
dengan hal tersebut maka keterampilan bertanya merupakan
keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor realitas.
Tokoh utama model
konseling realitas adalah seorang psikiater, yaitu Dr.William Glaser dengan dasar
teorinyaadalah “teori pilihan” untuk memenuhu atau memuaskan kebutuhan
dasar manusia yang bersifat universal secara bertanggungjawab. Teori ini
meupakan pengembangan dari “teori Pengendalian”. Ide dasarnya adalah
bahwa terlepas dari apa yang telah terjadi pada manusia, apa yang telah
dikerjakan oleh manusia, dan bagaimana kebutuhan-kebutuhan manusia tidak
terpenuhi atau dilanggar, manusia mampu mengevaluasi realitas terkini dan
kemudian memilih perilaku untuk memenuhi kebutuhan secara efektif pada masa
kini dan masa yang akan datang (manusia dapat memudarkan pengalaman masa lalu,
dan kemudian memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan masa kini dengan perilaku
yang bertanggungjawab).
B. TEORI DAN KONSELING DASAR
Teori dasar konseling
realitas adalah “teori pilihan” yang menjelaskan bahwa
manusia berfungsi secara individu, dan juga berfungsi secara sosial (kelompok
atau masyarakat) denganpilihan perilaku efektif yang
bertanggungjawab.
Perilaku manusia
termotivasi oleh karena faktor internal dan terpilih, yaitu bahwa perilaku
manusia termotivasi oleh kebutuhan manusia yang bersifat universal dan perlu
pemenuhan dengan pilihan perilaku efektif yang bertanggung-jawab. Perilaku ada
disini dan saat ini---here and now (realitas terkini).
Lima Prinsip Utama Teori Pilihan :
a. Kebutuhan Dasar Manusia
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat
universal, yaitu kebutuhan dasar : (1) kelangsungan hidup atau pemeliharaan
diri---kesehatan dan reproduksi, (2) cinta dan kepemilikan---termasuk
relasi/keterhubungan dengan orang lain, (3) Harga diri atau martabat atau
kekuatan/kekuasaan, (4) kebebasan/ kemerdekaan membuat pilihan, dan (5)
kesenangan, kegembiraan, atau kebahagiaan.
Kelima kebutuhan dasar tersebut bukan merupakan
hierarki dan kebutuhan dasar saat ini yang belum terpenuhi merupakan problema
(konflik) yang perlu dipenuhi melalui pilihan perilaku (prioritas) dengan cara
yang spesifik.
b. Dunia Berkualitas
Manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar yang
belum terpenuhi saat ini (problema/konflik) dengan pilihan perilaku yang
spesifik dan unik. Hal in terkait dengan realitas bahwa pada/dalam diri manusia
terdapat hasrat-hasrat atau keinginan-keinginan spesifik dan unik untuk
memenuhi kebutuhan sebagai “album foto batin” yang berisi gambaran atau
simbol-simbol orang, tempat, benda, keyakinan, nilai dan ide yang penting atau
spesial dan memiliki kualitas bagi manusia dan dapat dipilih—disebut sebagai
dunia berkualitas.
Perbedaan antara kebutuhan dan keyakinan yang
dirasakan menimbulkan frustasi yang mendorong perilaku yang spesifik dan unik
untuk mengatasinya. Perilaku spesifik dan unik tersebut merupakan upaya/usaha
terbaik untuk menutup celah antara kebutuhan yang diinginkan dan kenyataan yang
dirasakan sebagai totalitas fisiologi, pikiran, perasaan dan tindakan.
d. Perilaku Total
Totalitas yang tak terpisahkan antara fisiologi,
pikiran, perasaan dan tindakan/perbuatan merupakan perilaku total manusia.
“ibarat mobil bagian depan mewakili pikiran dan tindakan, sedang bagian
belakangnya mewakili fisiologi dan perasaan.” Dalam proses
bertindak/berperilaku kendali ada pada pikiran dan tindakan. Sedangkan
fisiologis dan perasaan secara otomatis akan mengikuti. Perubahan pikiran dan
tindakan disesuaikan dengan kenyataan yang dihadapi oleh manusia dalam upaya
memenuhi kebutuhan saat ini dan disini---rencana tindakan yang realistis
melalui pengubahan pikiran dan tindakan agar perilakunya efektif.
e. Persepsi dan “Realitas Terkini”
Realitas terkini merupakan persepsi manusia/klien
terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Terkait dengan hal tersebut maka
merupakan hal yang penting dalam konseling realitas adalah konselor membantu
klien untuk membentuk realitas terkini dengan cara : (1) memahami realitas
terkini klien dan membantu mengevaluasinya, kemudian (2) menemukan pilihan
perilaku yang realistis yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan secara lebih
efektif.
Namun demikian konseling realitas tidak mengabaikan
pengalaman masa lali klien. Memiliki informasi riwayat masa lalu klien
menjadikan konselor memahami luas, dalam dan jangka waktu problema yang
dihadapi oleh klien, serta ketika klien mungkin mengalami kebahagiaan atau
perilaku yang lebih efektif, sebagai dasar membantu pemecahan problema saat ini
dan disini.
C. STRATEGI KONSELING
Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun
relasi atau lingkungan konseling dan prosedur WDEP (Want, Doing and
Direction, Evaluation, Planning) sebagai suatu sistem yang fleksibel
pelaksanaannya.
a. Want (keinginan) : langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari klien---ingat
pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak diinginkan---. Konselor
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengeksplorasi tentang keinginan yang
sebenarnya dari dengan bertanya (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus
yang relevan dengan problema atau konfliknya : misalnya teman, pasangan,
pekerjaan, karir, kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan
tentang komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.
b. Doing and Direction(melakukan dengan terarah) : langkah dimana klien diharapkan mendeskripsikan
perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4 komponen perilaku—pikiran,
tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkaait dengan hal yang bersifat umum
dan hal bersifat khusus. Konselor memberi pertanyaan tentang apa yang
dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan keadaan fisik yang dialami untuk memahami
perilaku klien secara menyeluruh dan kesadarannya terhadap perilakunya itu.
c. Evaluation (Evaluasi) : evaluasi diri klien—merupakan inti terapi realitas. Klien di dorong
untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan terkait dengan
efektifitasnyadalam memenuhi kebutuhan atau keinginan—membantu atau bahkan
menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan keterarahannya, persepsinya,
dan komitmennya dalam memenuhi keinginan serta pengaruh terhadap dirinya.
Pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat evaluasi “diri” disampaikan dengan
empatik, kepedulian, dan penuh perhatian positif.
d. Planning (rencana) : klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total dengan
bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan, konselor
mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu : (1) dirumuskan
oleh klien sendiri, (2) realistis atau dapat dicapai, (3) ditindak lanjuti
dengan segera, (4) berada di bawah kontrol klien, tidak bergantung pada orang
lain--- tindakan bertanggung jawab.
D. LANGKAH-LANGKAH KONSELING
1. Membangun keterlibatan klien dalam proses konseling : konselor membina hubungan dan keterlibatan emosi
serta kerjasama klien, dengan cara penyambutan klien, penciptaan hubungan baik,
strukturing, mendengarkan keluhan klien, dan mempersetujukan tujuan.
2. Identifikasi perilaku/tindakan kekinian dan ke-disini-an klien : pengungkapan perilaku/tindakan klien pada saat
akhir-akhir ini, dengan cara mengungkapkan perilaku saat ini, keinginan,
kebutuhan, dan persepsinya---apa yang dilakukan, bagaimana, waktu/kapan
melakukannya dan perasaan terkait dengan perilakunya tsb.
3. Evaluasi : konselor mendorong
klien menilai kerealistikan perilaku/tindakan dengan prinsip reality, right,
responsibility dengan cara klarifikasi perilaku sekarang, konfrontasi dengan
tujuan hidup dalam hubungannya dengan standar etika, hukum, peraturan sekolah ,
adat, norma sosial, keluarga, agama.
4. Pengembangan perencanaan perilaku yang realistik : Konselor mendorong klien untuk menyusun rencana
perilaku/tindakan yang realistik sesuai dengan tuntutan lingkungan dan
kebutuhan/keinginan, terinci, keterkelolaan, dan konsekuensinya.
5. Komitmen : membangun motivasi
dan kesanggupan klien, dengan cara pemberian harapan keberhasilan, wawasan
manfaat, membangun motivasi dan dorongan internal dan kontrak tingkah laku.
6. Pengakhiran tindakan : melakukan evaluasi dan konsekuensinya bilamana klien gagal melakukan
tindakan/perilaku yang direncanakan, dengan cara mendorong klien untuk tidak
menolak kegagalan, menyalahkan diri, kecewa, putusasa, dan memikirkan cara baru
yang lebih realistis.
E. CATATAN PENTING
· Terapi realitas merupakan kelompok terapi kognitif-behavioral yang
bersifat multikultural, menjelaskan “bagaimana manusia berfungsi secara
individu dan sosial”
· Terapi realitas mendasarkan pada realita bahwa setiap manusia memiliki
kebutuhan yang dibawa sejak lahir dan termotivasi (secara internal) untuk
memenuhi/memuaskannya. Oleh karena itu dapat digunakan oleh orang tua untuk
anaknya, manajer untuk pegawainya, guru untuk muridnya, suami untuk istri, atau
sebaliknya.
· Formulasi WDEP dapat diterapkan secara fleksibel untuk
konseling kecanduan, kesehatan mental, pendidikan, pekerjaan sosial, peradilan,
dan tempat kerja melalui tuntunan motivasi internal “SAYA/AKU INGIN BERUBAH” dengan
prinsip reality, right, and responsibility.
· Untuk keberhasilan konseling realitas dituntut “konselor yang aktif”
yaitu konselor yang kreatif mencari cara untuk menjadi bagian dalam dunia klien
yang paling sulit ditembus dan terganggu sekalipun, dengan demikian klien akan
membuka diri, mengevaluasi perilakunya, dan membuat perubahan dengan memilih
perilaku yang efektif disini dan saat ini---here and now (realitas terkini).
0 komentar:
Posting Komentar